RAKYATSULBAR.COM – Australia telah mengambil langkah signifikan dengan mengesahkan undang-undang yang melarang anak-anak di bawah usia 16 tahun untuk menggunakan media sosial. Langkah ini ditujukan untuk melindungi kesehatan mental anak-anak di ruang online, yang semakin menjadi perhatian di era digital saat ini.
Aturan ini berlaku setelah Senat dan Dewan Perwakilan Rakyat Australia menyetujui dan mengesahkan Rancangan Undang-Undang Amandemen Keamanan Daring (Usia Minimum Berinteraksi dengan Media Sosial) 2024 menjadi undang-undang pada Kamis, (28/11/2024). Ini merupakan undang-undang pembatasan media sosial pertama di dunia untuk anak-anak di bawah 16 tahun. RUU ini pertama kali di bahas di Parlemen Australia pada 21 November 2024.
Selang seminggu, RUU pembatasan media sosial untuk anak di bawah 16 tahun ini disetujui oleh Parlemen Australia dan undang-undang ini akan berlaku dalam 12 bulan, yang memberikan waktu bagi perusahaan media sosial untuk memenuhi persyaratan. Pemerintah Australia akan melakukan uji coba pada Januari 2025 sebelum undang-undang ini resmi berlaku.
Apa Isi UU Ini?
UU dengan nama asli “Online Safety Amendment (Social Media Minimum Age) 2024” itu mengharuskan platform media sosial termasuk TikTok, Facebook, Snapchat, Reddit, X (Sebelumnya dinamai Twitter), dan Instagram mencari cara agar anak di bawah 16 tahun tidak mengakses apalagi memiliki akun di platform mereka.
Jika tidak mampu, platform media sosial berpotensi dikenakan denda hingga 50 juta dollar Australia (sekitar Rp 516,6 miliar) karena dinilai gagal mencegah anak-anak di bawah 16 tahun memiliki akun. Sementara anak-anak yang melanggar pembatasan ini tidak akan menghadapi hukuman, begitu pula orangtua mereka. Jadi, tanggung jawab sepenuhnya berada di tangan penyedia platform.
“Kami ingin anak-anak Australia memiliki masa kecil, dan kami ingin orang tua tahu bahwa Pemerintah mendukung mereka,” kata Perdana Menteri Australia Anthony Albanese dalam keterangan resminya pekan lalu, seperti dikutip dari The Verge, Jumat (29/11/2024).
“Kami tahu sejumlah anak-anak akan menemukan jalan pintas, tapi kami mengirimkan pesan kepada perusahaan media sosial untuk memperbaiki tindakan mereka,” sambungnya.
Undang-undang soal pembatasan media sosial untuk anak di bawah 16 tahun tersebut dijadwalkan mulai berlaku dalam 12 bulan mendatang, atau sekitar bulan November 2025. Jadi, perusahaan media sosial memiliki waktu satu tahun untuk mencari tahu bagaimana mereka dapat menerapkan larangan tersebut sebelum hukuman diberlakukan.
Perusahaan Sudah Memiliki Batas Usia Sebelum UU
Kebanyakan platform media sosial sebenarnya sudah memiliki batas usia minimum bagi pengguna untuk membuka akun. Usia minimum untuk mendaftar di sebagian besar platform media sosial utama, termasuk Facebook, Instagram, Twitter, TikTok, Snapchat, dan YouTube, adalah 13 tahun.
Batas usia 13 tahun ini merujuk pada Undang-Undang Perlindungan Privasi Daring Anak-Anak (COPPA) di Amerika Serikat. UU ini membatasi pengumpulan data pribadi dari anak-anak di bawah 13 tahun tanpa izin orangtua.
Meski ada batasan usia minimum 13 tahun ini, orangtua masih dapat mengelola akun media sosial atas nama anak mereka sambil mematuhi pedoman platform untuk anak di bawah umur. Namun, kini, khususnya di Australia, para penyedia platform media sosial ini harus menaikkan batas minimum usia untuk pengguna anak, menjadi 16 tahun. Jika tidak, mereka akan dikenai hukuman denda.
Perkuat perlindungan privasi pengguna
Selain mencegah anak di bawah 16 tahun punya akun, Amandemen Keamanan Daring tersebut juga memperkuat perlindungan privasi pengguna. Pasalnya, platform tidak akan diizinkan untuk memaksa pengguna memberikan dokumen identitas yang dikeluarkan pemerintah termasuk paspor atau SIM. Platform media sosial juga tidak dapat meminta identifikasi digital melalui sistem pemerintah.
Dukungan Positif Warga Dalam UU
Survei yang dilakukan YouGov menemukan 77% warga Australia mendukung undang-undang ini. Proposal serupa juga sedang dijajaki di Norwegia dan negara bagian Florida, Amerika Serikat.
Meta, perusahaan induk Facebook dan Instagram, mengkritik undang-undang ini dan menyebutnya tidak konsisten dan tidak efektif. Pemilik X Elon Musk juga menuding undang-undang ini merupakan “backdoor untuk mengontrol akses ke internet oleh seluruh warga Australia.”