RAKYATSULBAR.COM – Jamasan merupakan sebuah tradisi yang sangat kaya makna dalam budaya Indonesia, khususnya terkait dengan benda pusaka. Proses ini tidak sekadar tentang membersihkan, tetapi juga merupakan ritual yang sarat dengan nilai-nilai spiritual dan penghormatan terhadap warisan budaya.
Umumnya, jamasan dilakukan pada saat satu suro, atau setiap satu Muharram. Namun, kata Manager Museum Activation Taman Mini Indonesia Indah (TMII) sekaligus Pemerhati Keris, Probo Agesta Haritskawa, jamasan juga bisa dilakukan setiap hari.
“Prosesi jamasan ini secara tradisi dan budaya memang umumnya setiap tahun baru Islam, yaitu satu Muharram atau satu Suro. Tapi sebetulnya semua orang bisa melakukan penjamasan setiap hari,” kata Probo kepada media sembari menunjukkan tahap-tahap jamasan keris di Museum Pusaka TMII, Jakarta Timur, Kamis (21/11/2024).
Langkah-Langkah Jamasan
Setiap orang bisa melakukan jamasan, namun, semua orang harus tahu langkah-langkah yang benar serta barang-barang yang digunakan saat proses jamasan. Sebelum proses jamasan dilakukan, orang yang menjamas harus berdoa terlebih dahulu. Kemudian, menyiapkan barang-barang yang dipakai saat menjamas.
Adapun beberapa barang yang diperlukan saat proses jamasan, antara lain air kelapa muda, jeruk nipis, sabun, bunga untuk wewangian, minyak pusaka, dan air warangan yang terbuat dari campuran air arsenik dan perasan jeruk nipis.
Mula-mula, keris akan dilepas dari warangka dan tempatnya, kemudian direndam di dalam air kelapa muda. Kata Probo, durasi merendam keris di dalam air kelapa muda tergantung pada kondisi karat yang menempel pada keris. Semakin banyak karat yang menempel pada keris, durasi perendaman akan semakin lama.
“Lihat kondisi karatnya, biasanya sekitar lima sampai tujuh hari (proses perendaman keris)” kata Probo.
Setelah karat pada keris selesai dibersihkan, langkah selanjutnya yaitu mengeringkan keris dengan kain, lalu lanjut ke tahap proses putih.
“Proses putihnya dari air jeruk nipis dan dari sabun, nanti pada proses putih ini, kerisnya nanti akan berwarna putih,” katanya.
Setelah dilakukan proses putih dan keris dalam keadaan kering, selanjutnya keris akan masuk ke tahap warangi menggunakan air warangan. Pada proses warangi, air warangan akan dituang ke dalam wadah berisi keris hingga bilah keris terendam sempurna.
“Ini (keris) tidak boleh lama-lama, tidak boleh direndam, hanya sebentar, jadi sistemnya kerisnya dicelup,” katanya.
Durasi pencelupan keris ke dalam air warangan ini tergantung kondisi keris. Apabila keris sudah kembali berwarna hitam dan pamornya sudah terlihat kembali, keris sudah dapat diangkat dari air warangan. Selanjutnya, keris akan dibilas menggunakan air mengalir supaya racun yang ada pada air warangan luntur. Kemudian, keris dikeringkan dan diminyaki.
“Minyak berfungsi unutk menutup pori-pori supaya debu dan bibit-bibit karat itu tidak cepat menempel, ini mencegah benda pusaka berkarat dan korosi,” kata Probo.
Usai diminyaki, keris kemudian dipasang ke dalam warangka dengan teknik warangka turun untuk menutupi keris. Filosofinya, untuk menghormati sang empu yang membuat pusaka tersebut.
Keris Harus Disimpan Usai Jamasan
Setelah keris selesai di-jamas, keris kemudian disimpan di dalam jagrak, sandaran yang terbuat dari kayu untuk benda pusaka.
“Kita kembalikan ke kolektor masing-masing, dia akan menempatkannya di mana,” kata Probo.
Namun sebaiknya, kata Probo, setelah keris selesai dijamas, keris sebaiknya dimasukkan ke dalam warangka. Mengingat, warangka berfungsi sebagai pelindung supaya keris tidak mudah terkena air, debu, ataupun melukai nantinya.