RAKYATSULBARR.COM – Keju dangke adalah salah satu keju tradisional yang berasal dari Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Makanan ini bukan hanya sekadar keju; ia merupakan simbol kekayaan budaya dan tradisi kuliner Indonesia yang telah ada sejak lama. Dengan tekstur yang kenyal dan rasa yang gurih, dangke telah menjadi favorit di kalangan masyarakat lokal dan semakin dikenal di luar daerahnya.
Pembuatan dangke melibatkan teknik yang sederhana namun memerlukan keterampilan khusus. Keju ini dibuat dari susu kerbau atau sapi yang dipanaskan hingga mencapai suhu sekitar 70°C. Setelah itu, getah pepaya ditambahkan sebagai bahan penggumpal. Getah ini mengandung enzim papain, yang berfungsi untuk menggumpalkan protein dalam susu, menghasilkan curd yang akan diproses lebih lanjut.
Setelah proses penggumpalan, curd tersebut dicetak menggunakan tempurung kelapa atau cetakan tradisional lainnya. Proses pencetakan ini memberikan bentuk khas pada dangke. Setelah dicetak, keju ini biasanya dibungkus dengan daun pisang untuk menjaga kesegarannya. Dangke memiliki warna putih kekuningan dan tekstur yang mirip dengan mozzarella, menjadikannya menarik baik secara visual maupun rasa.
Dangke memiliki rasa yang gurih dan sedikit asin, membuatnya cocok untuk berbagai hidangan. Masyarakat lokal sering menikmatinya dengan pulu mandoti (nasi ketan) atau sambal terasi, menciptakan perpaduan rasa yang menggugah selera. Selain itu, dangke juga dapat diolah menjadi berbagai hidangan kreatif, seperti salad keju atau sebagai bahan tambahan dalam masakan sayur.
Nama “dangke” diyakini berasal dari ungkapan Belanda “dank je wel,” yang berarti “terima kasih.” Konon, sekelompok orang Belanda yang pertama kali mencicipi keju ini mengucapkan ungkapan tersebut karena terkesan dengan cita rasanya. Sejak saat itu, nama tersebut melekat pada keju ini dan menjadi bagian dari identitas kuliner Enrekang.
Dangke bukan hanya sekadar makanan; ia juga memiliki makna sosial dan budaya bagi masyarakat setempat. Keju ini sering disajikan dalam acara-acara spesial, seperti pernikahan atau perayaan tradisional. Dengan demikian, dangke menjadi simbol kebersamaan dan kearifan lokal.
Dalam beberapa tahun terakhir, dangke mulai mendapatkan perhatian lebih luas di luar Sulawesi Selatan. Banyak wisatawan yang tertarik untuk mencicipi keju ini saat berkunjung ke Enrekang. Selain itu, pelestarian dangke juga didorong oleh berbagai komunitas lokal yang berusaha mempertahankan tradisi pembuatan keju ini agar tidak punah. Berbagai festival kuliner juga diadakan untuk memperkenalkan dangke kepada masyarakat luas. Melalui acara-acara tersebut, generasi muda diajarkan tentang cara membuat dangke serta pentingnya menjaga warisan kuliner daerah.