RAKYATSULBAR.COM – Director of Payment Ecosystem Risk and Control Visa, Lim Kah Wee memperingatkan, atas bahaya serangan siber terhadap sektor bisnis di masa depan. Khususnya bagi para pelaku bisnis sekelas UMKM yang kini banyak bertebaran di Indonesia.
Lim menyatakan, kasus cyber-crime saat ini sangat progresif, hingga menciptakan kerugian bisnis triliunan rupiah. Pelaku kejahatan siber saat ini sudah sangat terorganisir sebagai sebuah entitas bisnis.
“Pelaku kejahatan (siber) hari ini seperti bisnis. Mereka punya satu tujuan, yaitu menghasilkan uang. Mereka memiliki CEO, COO, CEO, apapun itu untuk menciptakan uang secepat mungkin,” ungkapnya dalam Indonesia Knowledge Forum (IKF) XIII-2024 yang digelar BCA di The Ritz Carlton Pacific Place, Jakarta, Selasa (12/11/2024).
Menurut estimasinya, kerugian akibat kejahatan siber secara global bakal menembus USD 10,5 triliun, atau setara Rp 164,75 kuadriliun pada 2025. Angka itu melonjak dari total kerugian di 2022 sebesar USD 7 triliun, dan USD 2 triliun pada 2019.
Jumlah itu akan memakan porsi tak sedikit dari total produk domestik bruto (PDB) global, yang pada 2025 diperkirakan berada di kisaran USD 115 triliun.
Dengan perangkat AI, Lim menyebut pelaku kejahatan siber bisa dengan mudah membobol data keuangan individu maupun perusahaan. Ini jadi semacam peringatan bagi suatu negara agar lebih memperhatikan sistem keamanan digital.
“Jadi mereka memanfaatkan apapun yang bisa mereka lakukan untuk mendapatkan uang. Semisal lewat real time payments, monetisasi dengan cepat,” imbuhnya.
Singkatnya, ia meminta badan otoritas suatu negara untuk memperkuat sistem digital, dengan memanfaatkan next generation tools semacam AI. Sehingga, Lim berharap tak akan ada banyak rekening yang telah terkoneksi dengan sistem digital, simpanannya bakal terkuras habis di masa depan.