RAKYATSULBAR.COM – Satelit kayu yang pertama di dunia, LignoSat, diluncurkan ke luar angkasa pada Selasa (5/11/2024).
Satelit ini dirancang oleh peneliti dari Jepang dan telah melalui serangkaian uji coba sebelum peluncuran. Proses peluncuran dilakukan dengan menggunakan roket milik SpaceX dari Kennedy Space Center, NASA, yang terletak di Florida, Amerika Serikat. Setelah mencapai Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS), LignoSat kemudian dilepaskan untuk mengorbit Bumi pada ketinggian sekitar 400 kilometer.
Selama enam bulan ke depan, LignoSat akan melakukan pengukuran ketahanan kayu terhadap kondisi ekstrem di luar angkasa, di mana suhu dapat bervariasi antara minus 100 hingga 100 derajat Celsius dalam siklus 45 menit. Selain itu, satelit ini juga akan menguji seberapa efektif kayu dalam mengurangi dampak radiasi antariksa pada semikonduktor, yang dapat memberikan manfaat untuk konstruksi pusat data di masa depan.
Dikembangkan oleh tim peneliti dari Universitas Kyoto bekerja sama dengan Sumitomo Forestry, LignoSat menandai langkah baru dalam eksplorasi luar angkasa. Biasanya, satelit terbuat dari bahan logam yang lebih tahan terhadap radiasi dan suhu ekstrem, namun para peneliti memilih kayu untuk mengeksplorasi potensi material ini sebagai alternatif dalam misi ke Bulan dan Mars.
Takao Doi, mantan astronot yang terlibat dalam proyek ini, menekankan bahwa kayu memiliki potensi untuk digunakan dalam membangun infrastruktur kehidupan di luar angkasa.
“Dengan kayu, material dapat kita produksi sendiri, kita bisa membangun rumah, kehidupan, dan bekerja di luar angkasa selamanya,” kata Doi, dirangkum dari CNN.
Timnya memiliki visi untuk membangun rumah dari kayu di Bulan atau Mars dalam 50 tahun ke depan. Untuk lebih mematangkan rencannya, Doi dan timnya mendaftarkan satelit kayu ke NASA sebagai bukti bahwa kayu bisa menjadi material kelar antariksa.
Walaupun disebut sebagai satelit kayu, LignoSat sebenarnya merupakan kombinasi antara panel kayu honoki di bagian luar, sejenis kayu magnolia yang terkenal dengan daya tahan yang tinggi, dan struktur aluminium serta komponen elektronik di dalamnya.
Pemilihan material kayu ini tidak hanya didasarkan pada ketahanannya, tetapi juga pertimbangan keberlanjutan dan dampak lingkungan yang lebih minim dibandingkan dengan bahan logam. Selain itu, kayu juga akan terbakar habis saat kembali ke atmosfer tanpa meninggalkan sampah antariksa.
“Ketika satelit sudah tidak berfungsi dan masuk kembali ke atmosfer untuk mencegah puing antariksa, satelit logam biasa menghasilkan partikel aluminium oksida. Namun, satelit kayu akan terbakar dengan menghasilkan polusi yang jauh lebih sedikit, satelit logam mungkin akan dilarang di masa depan,” ungkap Doi.
Nama “LignoSat” diambil dari kata Latin “ligno” yang berarti kayu, dan “sat” yang merupakan singkatan dari satelit.
“Pesawat terbang di awal 1900-an terbuat dari kayu, satelit kayu seharusnya juga bisa, kayu lebih tahan lama di luar angkasa karena tidak ada air atau oksigen yang bisa membuatnya membusuk atau terbakar,” jelas Murata, seorang Profesor Ilmu kehutanan dari Universitas Kyoto.
Menurut Kenji Kariya, manajer di Sumitomo Forestry, meskipun kayu mungkin terlihat kuno, penggunaannya dalam satelit justru menunjukkan potensi teknologi mutakhir di masa depan.
“Ini mungkin terlihat kuno, tetapi kayu sebenarnya adalah teknologi mutakhir saat peradaban menuju Bulan dan Mars, ekspansi ke luar angkasa dapat menghidupkan kembali industri kayu,” kata Kariya.
Konsep penggunaan kayu pada satelit mungkin terdengar asing, namun para ahli yakin bahwa dengan kemajuan teknologi, kayu dapat menjadi material yang lebih berkelanjutan dan efisien untuk misi luar angkasa di masa depan.