RAKYATSULBAR.COM – Para pecinta horror klasik pasti tahu apa itu Halloween. Film horror klasik seperti Scream, Halloween (Michael Myers) dan Nightmare on Elm Street merupakan contoh film dengang nuansa halloween di dalamnya. Namun, Halloween jarang kita temukan di Indonesia, dan pasti kebanyakan diantara kita masih belum tahu apa itu Halloween.
Festival Halloween adalah perayaan yang diperingati setiap tanggal 31 Oktober. Berawal dari tradisi pagan dan religius, Halloween kini lebih banyak dirayakan sebagai tradisi di Eropa dan Amerika Serikat. Halloween identik dengan pesta kostum, dekorasi menyeramkan, ukiran labu, serta tradisi memberikan permen kepada anak-anak.
Asal-usul Halloween
Perayaan Halloween berakar pada festival Samhain yang berasal dari bangsa Celtic di Inggris dan Irlandia kuno. Pada tanggal yang bertepatan dengan 1 November di kalender modern, orang-orang Celtic percaya bahwa tahun baru dimulai. Tanggal tersebut menandai awal musim dingin, waktu saat ternak dikembalikan dari padang rumput dan lahan disiapkan kembali.
Pada saat festival Samhain, diyakini bahwa roh orang yang telah meninggal akan kembali mengunjungi rumah mereka, dan mereka yang meninggal pada tahun itu akan berangkat menuju alam lain. Untuk itu, api unggun dinyalakan di puncak bukit, baik untuk menghidupkan api perapian selama musim dingin maupun untuk mengusir roh jahat. Orang-orang juga mengenakan topeng dan penyamaran agar tidak dikenali oleh roh-roh yang dipercaya hadir.
Inilah mengapa makhluk seperti penyihir, goblin, peri, dan iblis kemudian diasosiasikan dengan Halloween. Masa ini juga dianggap baik untuk melakukan ramalan tentang pernikahan, kesehatan, dan kematian. Ketika bangsa Romawi menaklukkan orang Celtic pada abad ke-1 M, mereka menambahkan festival mereka sendiri seperti Feralia, yakni mengenang orang yang telah meninggal, serta Pomona, dewi panen.
Pada abad ke-7 M, Paus Bonifasius IV menetapkan Hari Semua Orang Kudus pada tanggal 13 Mei, namun kemudian pada abad berikutnya, perayaannya dipindahkan ke 1 November. Mungkin hal ini dilakukan untuk menggantikan festival pagan dengan perayaan Kristen.
Malam sebelum Hari Semua Orang Kudus menjadi malam suci atau “hallowed eve,” yang kemudian menjadi Halloween. Pada akhir Abad Pertengahan, hari-hari suci dan sekuler ini telah menyatu.
Halloween sebagai tradisi
Reformasi Protestan di Eropa mengakhiri perayaan religius ini di kalangan umat Protestan, tetapi di Inggris, Halloween terus dirayakan secara tradisi. Di Amerika, perayaan Halloween awalnya tidak begitu populer di kalangan koloni awal. Namun pada abad ke-19, festival musim panen berkembang dan mulai mengadopsi elemen-elemen Halloween.
Ketika imigran, terutama dari Irlandia, datang ke Amerika Serikat pada pertengahan abad ke-19, mereka membawa tradisi Halloween, dan pada abad ke-20 Halloween menjadi salah satu perayaan utama di AS, khususnya di kalangan anak-anak.
Sebagai perayaan tradisi, Halloween dikaitkan dengan berbagai kegiatan, termasuk lelucon atau prank yang umumnya tidak berbahaya. Para peserta mengenakan kostum untuk pesta dan trick-or-treating yang diyakini berasal dari tradisi Inggris kuno saat orang miskin diizinkan meminta makanan atau soul cakes.
Anak-anak berpakaian menyeramkan dan pergi dari rumah ke rumah dengan ancaman untuk mengerjai jika mereka tidak diberi permen. Bersamaan dengan simbol-simbol seperti kerangka dan kucing hitam, makhluk menakutkan seperti hantu, penyihir, dan vampir menjadi bagian dari perayaan.
Simbol lainnya adalah Jack-o’-lantern, yaitu labu yang diukir dengan wajah menyeramkan dan diterangi lilin di dalamnya, meskipun pada awalnya menggunakan lobak. Sejak pertengahan abad ke-20, UNICEF turut serta dalam perayaan Halloween dengan menggalang dana untuk program-programnya, menjadikannya bagian dari kegiatan Halloween.
Halloween saat ini dikenal sebagai momen penuh keceriaan dan kreativitas, saat orang-orang merayakannya dengan mengenakan kostum unik, menghias rumah dengan tema seram, serta menikmati berbagai aktivitas khas Halloween yang penuh dengan nilai sejarah dan budaya.