RAKYATSULBAR.COM – ATP yang fleksibel memungkinkan sekolah menyesuaikan target pembelajaran dengan kebutuhan lokal dan kemampuan peserta didik. Sekolah di daerah pedesaan dengan keterbatasan akses teknologi mungkin lebih fokus pada pembelajaran berbasis alam dan budaya.
Sekolah di kota besar dapat lebih leluasa menerapkan pembelajaran berbasis proyek yang melibatkan teknologi digital. Dengan fleksibilitas ini, pendidikan tidak lagi hanya berorientasi pada penyeragaman, tetapi lebih menekankan pada relevansi dengan kebutuhan siswa.
Apakah boleh setiap sekolah mempunyai alur tujuan pembelajarannya masing-masing? Sekolah dapat merancang alur belajar yang kontekstual dan bermakna. Sehingga hasil belajar lebih efektif dan peserta didik merasa lebih termotivasi.
Meski kebebasan dalam menentukan alur pembelajaran penting, ada risiko terjadinya ketimpangan dalam kualitas pendidikan antar sekolah. Beberapa sekolah mungkin kesulitan dalam merancang ATP yang ideal jika tidak memiliki tenaga pendidik dan sarana.
Hal ini bisa menyebabkan perbedaan signifikan dalam capaian kompetensi peserta didik antara satu sekolah dengan sekolah lainnya. Selain itu, jika setiap sekolah terlalu bebas merancang ATP, bisa timbul perbedaan kurikulum yang signifikan.
Hingga menyulitkan siswa ketika harus pindah sekolah. Keseragaman tujuan dasar dalam pendidikan tetap penting agar seluruh peserta didik memiliki kompetensi inti yang sama, terutama dalam mata pelajaran fundamental seperti matematika dan bahasa.
Dikutip dari buku Penilaian Belajar Siswa, Herman dkk (2018: 149), untuk menjaga kualitas pendidikan yang merata, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dapat memberikan kerangka standar kompetensi. Kerangka ini harus dicapai oleh semua sekolah.
Namun, diberi ruang untuk menyesuaikan proses dan metode pembelajarannya. Supervisi dan pendampingan dari pemerintah juga dibutuhkan untuk memastikan bahwa fleksibilitas ini tidak mengorbankan mutu pendidikan.