Masa Prabowo-Gibran Harus Memprioritaskan Sektor Pariwisata

  • Bagikan
Ilustrasi Pariwisata Bali ( Sumber: iStockPhoto)

RAKYATSULBAR.COM – Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) berharap di masa pemerintahan Prabowo-Gibran nantinya pariwisata bisa jadi sektor yang sangat dipentingkan.

“Kita bisa bilang begitu karena memang secara koordinat, secara kewenangan, Kemenpar (Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif) itu kewenangannya sangat terbatas, dan anggarannya juga kecil,” kata Ketua Umum GIPI Haryadi Sukamdani kepada awak media melalui telepon, Jumat (18/10/2024).

Pada konteks ini, Haryadi memberikan contoh, bahwa sektor pariwisata jarang dilibatkan pada pengaturan suatu kebijakan kementerian. Padahal, kebijakan tersebut juga berkaitan dengan sektor pariwisata.

“Keputusan dari kementerian lain yang berkorelasi dengan pariwisata sering ditinggalkan. Sehingga GIPI berpandangan bahwa ini sudah saatnya pemerintah melihat pariwisata itu sebenarnya sektor prioritas, karena sebetulnya ongkosnya tidak banyak,” katanya.

Peran besar sektor pariwisata

Lebih lanjut disampaikan bahwa sektor pariwisata berperan besar dalam penyangga konsumsi di Indonesia. Menambahkan dari laman Badan Pusat Statistika (BPS) yang dirilis pada 5 Agustus 2024, pada Triwulan 2-2024, konsumsi rumah tangga menjadi sumber pertumbuhan terbesar, yakni sebesar 2,62 persen.

Adapun aspek pendorong konsumsi rumah tangga, seperti: perayaan hari besar keagamaan, serta peningkatan mobilitas masyarakat selama periode libur hari besar keagamaan dan libur sekolah. Sementara untuk sub-komponen konsumsi rumah tangga yang tumbuh tinggi, berasal dari aspek transportasi dan komunikasi, serta hotel dan restoran.

“Jadi kita harus paham dulu, apakah sektor pariwisata mau menjadi prioritas? dan menurut saya pariwisata itu relatif lebih mudah mengaturnya, karena tidak perlu investasi yang aneh-aneh,” katanya.

Dorong kunjungan wisman

Apabila nantinya sektor pariwisata menjadi prioritas oleh pemerintah, lanjut Haryadi, program-program yang akan dijalankan nantinya bisa diimplementasikan dengan kolaborasi antara pemerintah dan GIPI.

Apabila dikerucutkan, aspek yang perlu diprioritaskan oleh pemerintah, kata Haryadi, yaitu terkait regulasi penerbangan internasional. Menurutnya, dengan kemudahan regulasi penerbangan internasional ke Indonesia, akan lebih banyak mendorong wisatawan mancanegara untuk datang ke Indonesia. Sehingga, tambahnya, hal ini akan berdampak baik bagi pemasukan devisa, serta berdampak langsung kepada ekonomi masyarakat.

Terkait penerbangan internasional untuk mendatangkan lebih banyak wisman ini, kata Haryadi, sempat ada pemahaman berbeda dari sebagian masyarakat. Di samping bisa mempermudah masuknya wisman ke Indonesia, tambahnya, ada yang berpandangan bahwa kemudahan tersebut juga akan diikuti dengan mudahnya wisatawan asal Indonesia untuk berwisata ke luar negeri.

“Padahal tidak seperti itu, pikirannya tidak tepat, secara empiris tidak ada yang seperti itu. Antara orang keluar (dari Indonesia) dan masuk ke Indonesia , tidak bisa dilihat begitu,” ujar Haryadi.

Pasalnya, tambah Haryadi, banyak negara yang mencatat jumlah wisatawan nasional lebih sedikit dibanding jumlah wisman. Asalkan, negara tersebut menjadikan pariwisata sebagai sektor prioritas. Ia mengambil contoh Thailand, jumlah wisatawan asal Thailand yang berwisata ke luar negeri kurang lebih sekitar 7,5 samai 8 jutaan.

Outbond orang Thailand pergi keluar itu juga kurang lebih hanya sekitar 7,5 sampai 8 jutaan, dan itu juga yang terbesar pergi ke Kamboja,” ujar dia.

Menurut Haryadi, Thailand mampu mendapat surplus yang sangat luar biasa, karena promosi dan jumlah penerbangan internasional.

  • Bagikan