MAKASSAR, RAKYATSULBAR.COM – Target pendapatan dan pembelanjaan di Pemprov Sulsel tidak tercapai, ada sekitar Rp600 miliar di Tahun 2023 minus. Ini bagian dari defisit.
Dalam kamus ekonomi, defisit adalah sebuah kondisi yang menggambarkan belanja negara atau suatu daerah yang lebih besar dibandingkan pendapatan.
Dengan kata lain, kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dengan cara membuat pengeluaran menjadi lebih besar daripada pemasukan negara.
Padahal proyeksi untuk APBD tahun 2023, dialokasikan dengan Pendapatan Rp 10,1 triliun dan anggaran Belanja Rp 9,9 triliun atau Rp9,995 triliun.
Kabarnya realisasi anggaran kurang dengan pendapatan yang ditetapkan yahun 2023, sehingga berkurang kisaran Rp600 miliar lebih, itu bagian dari hutang 2023 yang harus dibayarkan nyebrang di 2024.
Kaitan dengan hal ini, Ketua Andi komisi C DPRD Sulsel, Januar Jaury Dharwis membenarkan target yang tidak tercapai, apalagi beban utang masih menjadi warisan dari Pemerintahan sebelumnya.
Poinyanya dimagsud dari alokasi dan target belanja Rp 10 triliun sekian, tidak tercapai sehingga beban utang masih menyisahkan Rp600 miliar lebih.
“Kurang lebih sejumlah itu yang merupakan akumulasi carry over dari tahun-tahun sebelmnya,” ujarnya, Kamis (18/1/2024).
Perlu juga keseimbangan penerimaan pemerintah dikurangi belanja Pemprov, di luar pembayaran bunga utang. Politisi Demokrat itu meminta Pemprov Sulsel berhati-hati dalam rencana belanja sehingga tidak menimbulkan beban utang. Maka harus mengurangi jumlah belanja.
“Makanya perencanaan belanja ke depan dikurangi, namun tidak mengurangi kualitas pelayan di masyarakat agar fiskal ke depan kembali sehat,” saran anggota DPRD Sulsel, dari dapil Makassar A, itu.
Menueutnya, sejak tahun 2021 ke 2022 dan lanjut tahun 2023 memamng selalu ada carry over kurang lebih Rp500 miliar menjadi beban. Maka diharapkan prinsip pendapatan itu proyeksi.
Lanjut dia, sehingga diupayakan mendekati akurat, namun upaya ke arah itu tidak tercapai karena lagi-lagi menyisakan carry over ke tahun berikutnya.
“Kalau tidak salah total APBD 2023 10,1 triliun, yang di dalamnya sudah terdapat beban carry over 2022 yang akhirnya membuat defisit,” terangnya.
Dia menambahkan, hal ini sudah diantisipasi oleh DPRD dan Pemprov untum tahun 2024 dengan mendekatkan target pendapatan ke realisasi tahun 2023. Apapun program dan kegiatan yg telah termuat di perda apbd mengikat secara hukum.
“Jadi, apabila sidah dilaksakan dan menjadi kewajiban pemerintah untuk selesaikan di tahun anggaran berikutnya. Di 2024 ini sudah ditetapkan pos belanja sebesar Rp10.028 triliun,” tukasnya.
Soal adanya beban utang di Pemprov Sulsel, diungkapkan Ketua Komisi B DPRD Sulsel, Fermina Tallulembang. Ia mengakui dari target Rp10,1 triliun tidak tercapai sehingga melunasi beban utang masih menjadi pekerjaan rumah (PR).
“Jadi, ini keseluruhan, kan target pendapatan 2023 kemarin Rp10,1 triliun sekian, yang terealisasi hanya sekian. Jadi yang tidak tercapai 600 miliar lebih jadi utang lagi,” katanya.
Menurut politisi partai Gerindra itu, beban Rp600 miliar ini bagian dari defisit karena beban belanja terlalu tinggi di Pemprov sehingga meninggalkan utang untuk diwariskan tahun berikut ini.
“Ini yang Rp600 M untuk keseluruhan utang Pemprov, kan begini pendapatan. Ini termasuk semua kegiatan. Realisasi anggaran kurang dengan pendapatan yang ditetapkan, jadi kurang itu Rp600 m sekian, itu hutang warisan yang harus dibayarkan di 2023,” jelasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi A DPRD Sulsel, Arfandy Idris meminta agar perlu di cari datanya, apa saja yang tidak terbayarkan sehingga bisa ditahu apa yang menjadi utang dengan angka Rp600 miliar.
“Ini perlu dicari tau apa penyebab. Jadi kalau saya tidak mau terjebak bahwa realisasi pendapatan yang tidak tercapai, belum tentu. Jangan sampai memang berlebih belanja, mungkin ada kegiatan yang dibayarkan tetapi tidak dianggarkan di APBD,” singkat politisi Golkar itu. (Yad)