MAKASSAR, RAKYATSULBAR.COM – Mantan Sekretaris Daerah Provinsi (Sekprov) Sulawesi Selatan (Sulsel), Abdul Hayat Gani terlihat hadir dan turut mendampingi Penjabat (Pj) Gubernur Sulsel, Bahtiar datang ke Kantor Gubernur Sulsel, Rabu (6/92023) lalu.
Bahkan dalam acara tersebut Abdul Hayat juga ikut menyalami para Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan beberapa pejabat lingkup Pemprov Sulsel.
Peristiwa ini dinilai publik sebagai suatu hal yang aneh karena diketahui Abdul Hayat Gani saat ini masih terlilit masalah terkait kasus dugaan korupsi penyaluran Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) Covid-19 yang tengah disidik oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) Polda Sulsel.
Menanggapi itu, Koordinator Forum Komunikasi Lintas (FoKaL) NGO Sulawesi sekaligus Koordinator Badan Pekerja Komite Masyarakat Anti Korupsi (KMAK) Sulselbar Djusman AR menilai hal tersebut sangat tidak etis dan bahkan menggelikan.
“Dalam persfektif apa pun, khususnya bagi pegiat anti korupsi seperti saya, kejadian ini sudah menyimpang dari nilai-nilai etika dan cenderung menafikkan sistem penyelenggaraan pemerintahan bersih dan bebas KKN seperti yang tertuang dalam UU No 28 tahun 1999”, ujar Djusman, Selasa (12/9/2023).
Memang, kata Djusman, dalam putusan PTUN, gugatan Abdul Hayat Gani dikabulkan, namun pada bulan Mei lalu, dia sudah memasuki masa purna bakti alias sudah pensiun.
“Lalu apa argumen apa yang bisa kita pakai untuk membenarkan hal ini? Sama sekali tidak ada. Apa lagi, saat ini proses hukum pidananya terkait dugaan korupsi masih tengah berproses”, tegasnya.
Jadi, lanjut Djusman, hadirnya Abdul Hayat Gani mendampingi Pj Gubernur Bahtiar dalam acara penyambutan di kantor Gubernur ini terkesan tidak mengindahkan nilai-nilai dalam tata sistem pemerintahan yang baik.
“Bahkan justru dapat meruntuhkan kewibawaan Pemprov Sulsel di mata masyarakat. Masa orang yang bermasalah turut mendampingi Pj Gubernur dan ikut menyalami OPD ketika acara penyambutan pemimpin? Ini menggelikan sekaligus mengundang banyak pertanyaan”, katanya.
Antara lain, apakah Pj Gubernur tidak tahu bahwa orang yang mendampinginya ini tengah bermasalah secara hukum?
“Saya pikir sosok sekelas Pj pasti tahulah. Lalu mengapa dia mau melakukan hal tersebut? Ini yang membuat saya berasumsi bahwa Pj Gubernur ini punya kecenderungan tidak mengindahkan persepsi tentang tata pelaksanaan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN”, kata Djusman.
Dan bila asumsi ini benar, katanya, maka tak ada jaminan bahwa Sulsel ke depan akan menghadirkan pemerintahan yang anti korupsi.
“Dengan kejadian seperti itu, saya menilai masa depan tata kelola pemerintahan di Provinsi Sulsel cenderung buram dan memprihatinkan”, pungkasnya. (*)