MAKASSAR, RAKYATSULBAR.COM – Partai non parlemen dan partai baru di Sulawesi Selatan akan menguji kemampuan politik dalam perebutan kursi menuju parlemen di Senayan pada 2024. Mampukah figur partai-partai guram ini unjuk “gigi” di bawah dominasi partai besar dalam mengisi kuota 24 kursi untuk daerah pemilihan Sulawesi Selatan?
Sejarah mencatat, bahwa Partai Hanura mampu meraih kursi ke Senayan pada Pemilu 2009 dan 2014 di Sulawesi Selatan. Dua figur mereka yang berhasil mematahkan dominasi figur dari partai besar lainnya itu adalah Akbar Faizal dan Dewie Yasin Limpo. Kala itu, Partai Hanura masih terbilang baru dalam kawah politik di Indonesia.
Bukan tidak mungkin, histori yang diukir Partai Hanura mampu ditorehkan oleh partai baru pada Pemilu 2024. Sejumlah partai baru itu ialah Partai Gelora, Partai Kebangkitan Nusantara (PKN), dan Partai Buruh.
Sekretaris Gelora Mudzakkir Ali Djamil mengatakan, mematok target perolehan kursi di semua tingkat, DPR RI, DPRD provinsi, dan kabupaten/kota. Itu sebabnya, kata Mudzakkir, sejumlah jagoan telah dipasang dalam formasi bakal calon legislatif di setiap daerah pemilihan.
“Partai Gelora menargetkan minimal setiap dapil di semua tingkatan baik memperoleh satu kursi ,” ujar Mudzakkir, Selasa (22/8/2023).
Bekas legislator DPRD Kota Makassar itu menilai caleg disiapkan sudah siap untuk bertarung. Kini, mereka membangun tim di dapil masing-masing. “Formasi caleg kami sangat memungkinkan untuk merealisasikan target tersebut,” imbuh dia.
“Masing-masing caleg yang diusulkan langsung langsung tugas membangun strategi, bentuk tim sukses. Makanya formulasi mewakili teritorial masing-masing, distribusi bacaleg dengan basis,” sambung dia.
Komposisi bacaleg Partai Gelora untuk DPR RI yakni Dapil Sulsel : Syamsari, Mudzakkir Ali Jamil, Sofia R, Sulfiadi Barmawi, Asmawati, Dirham HS, Arif Atul Mahmuda Dullah dan Awaluddin Siga.
Dapil Sulsel II, Muhammad Taslim, Muhammad Yusuf Halid, Senahari, Muhammad Ihsan, Munawir, Hadirawati, Asriady Samad, Ashar, Linda. Dan, Dapil Sulsel III, Muh Jafar Sodding, Amru Saher, Wardah Jafar, Irwan, Andi Ulung Tiro, Indi Jatayu, Ryan Latief.
Sementara itu, Sekretaris Partai Solidaritas Indonesia Sulsel, Maqbul Halim mengatakan pihaknya menargetkan kursi untuk semua dapil terisi.
“Target kami semua dapil akan terisi, baik kursi di DPRD Kab/kota, Provinsi dan DPR RI,” kata Maqbul.
Menurut dia, semua partai menginginkan jumlah kursi yang banyak di musim politik mendatang. Pada intinya, kata eks politikus Partai Golkar ini, PSI Sulsel sudah siap menghadapi Pileg 2024 dan Pilpres.
“Kami mau banyak, kalau perlu semua dapil tercapai. Begitu juga partai lain punya target seperti itu,” ujar dia.
Adapun formasi bacaleg PSI di Dapil Sulsel I, Muhammad Surya, Takudaeng Parawansa, Jimmy, Noldus Pandin, Desy Sucianti, Afriani Febrianti Amir, Mukidi, Andri Widhiarto. Dapil Sulsel II Arianto Suyuti, Tutik Ambarwati, Haryanto Salinata, Priska Claudia Jonathans, Muhammad Fathur Rahman, Hengky Lesmana, Muhammad Imam Setiawan, Pradipta Yoga Pratama, Hijriah.
Dan, Dapil Sulsel III Alan Christian Singkali, Daud Malamassam, St. Sakinah Dian Islamiaty, Supti Yanto, Yohan Titing, Fifih Alfina Ayu Lestari J, Jefryanto Kastiap Pobuti.
Pengamat politik dari Universitas Bosowa Makassar, Arief Wicaksono menilai fenomena munculnya partai-partai baru ini sebenarnya merupakan cerminan dari ketidakpercayaan banyak tokoh politik terhadap partai-partai lama yang mungkin tidak membawa ide, gagasan, atau platform yang baru.
Pada saat yang sama, kata dia, salah satu tujuan dari mekanisme threshold yang diterapkan selama ini memang untuk membatasi kelahiran partai-partai baru.
“Sehingga di penghujung perjalanan kebangsaan, partai politik di Indonesia secara kuantitatif akan lebih sedikit, tapi diharapkan lebih berkualitas,” ujar Arief.
Sedangkan, Direktur Eksekutif Parameter Publik Indonesia Ras Md menyebutkan, tantangan partai baru adalah mencapai parliamentary threshold atau ambang batas parlemen. Menurut dia, ambang batas itu merupakan syarat minimal perolehan suara partai politik untuk diikutkan dalam penentuan kursi di DPR. Ambang batas parlemen ini mulai diterapkan di Indonesia sejak Pemilu 2009.
Contoh, untuk kali pertama ambang batas atau parliamentary threshold diberlakukan di Pemilu 2009, waktu itu sebesar 2,5 persen. Ada sembilan partai yang lolos diatas 2,5 persen. Sebanyak 29 partai lain gagal lolos parlemen.
“Tantangan bagi partai baru nantinya bagaimana bisa melewati ambang batas parlemen. Di Pemilu 2014, ambang batas dinaikkan menjadi 3,5 persen. Hasilnya ada sepuluh yang berhasil lolos ke Senayan, dua partai lainnya tidak mencapai PT 3,5 persen,” ujar Ras.
Menurut dia, di pemilu 2019, lagi-lagi ambang batas dinaikkan dari 3,5 persen menjadi 4 persen. Hasilnya hanya sembilan partai yang lolos senayan. Sedangkan partai yang tak lolos tujuh partai.
Pada Pemilu 2024, parliamentary threshold tetap dipertahankan di angka 4 persen. Menurut Ras, bila dikonversi ke suara, maka target aman partai agar lolos ambang batas pada pemilu mendatang, mesti di atas 8,2 juta suara.
“Jika melihat peta pra tahapan kampanye, dari 18 partai nasional, hanya ada tiga saja kategori partai papan atas, partai dengan elektabilitas di atas 10 persen. Di antaranya PDI Perjuangan, Gerindra, dan Golkar,” beber Ras.
Adapun partai papan tengah -partai dengan elektabilitas 4 sampai 10 persen terdiri atas PKB, Demokrat, Nasdem, PKS, dan PAN.
Sedangkan untuk partai papan bawah, partai potensial tembus ambang batas dengan elektabilitas di bawah 4 persen hingga satu persen yakni PPP dan Perindo. Sementara, partai di bawah satu persen, adalah partai guram.
“Partai ini yang sulit mencapai ambang batas. Jadi bacaan saya, mengamati dinamika elektoral partai peserta pemilu, kembali sembilan partai lagi yang akan mengisi parlemen. Pertarungan sengit terjadi antara PPP vs Perindo sebagai partai papan bawah,” imbuh Ras.
Pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Makassar, Andi Luhur Prianto mengatakan partai baru peserta Pemilu 2024 ini harus memulai kerja-kerja elektoralnya. Hal ini berbeda dibanding parpol lama yang sudah punya elektabilitas serta memiliki wakil di parlemen.
“Dengan demikian, parpol baru memiliki waktu yang lebih terbatas memperkenalkan diri dan membangun engagement dengan pemilih,” kata Luhur.
Dia mengatakan, beberapa partai baru ini juga merupakan peserta Pemilu 2019 lalu. “Kekuatan elektoralnya sudah terukur. Belum terlihat juga usaha-usaha yang lebih baik dari kerja elektoral di pemilu sebelumnya,” ujarnya.
Partai politik baru, sambung Luhur, butuh ‘dentuman’ yang menghentak jagad politik lokal dan nasional.
“Tanpa sebuah diferensiasi, khususnya dalam ketokohan pimpinan, rekrutmen kader, pemasaran politik dan penguatan organisasi partai, maka partai-partai baru ini hanya akan mengulang kegagalan partai-partai baru di Pemilu 2019,” kata Luhur. (Rakyatsulsel)