MAKASSAR, RAKYAT SULBAR.COM – Peluang caleg milenial di Pileg 2024 cukup diperhitungkan. Partai politik (Parpol) bisa saja mengandalkan caleg muda untuk meraup suara. Pasalnya, jumlah pemilih muda terus bertambah tiap kontestasi demokrasi.
Berdasarkan hasil pemutakhiran Daftar Pemilih Berkelanjutan (DBP) periode Juli 2022, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sulsel mencatat jumlah pemilih generasi Z dan milenial mencapai 3.095.506 jiwa dari 6.126.977 total DPB di Sulsel.
Adapun rinciannya yakni pemilih milenial berusia 17-20 tahun mencapai 326.007 pemilih. Kelompok usia 21 tahun hingga 30 tahun sebesar 1.479.933 pemilih dan kelompok usia 31-40 tahun sebesar 1.289.566 pemilih atau 21,05 persen.
Politisi PPP Kota Makassar, Fasruddin Rusli mengungkapkan rencana politik PPP Makassar menuju Pemilu 2024. Acil-sapaan akrabnya mengatakan PPP akan menggaet lebih banyak calon legislatif (caleg) dan pemilih dari kalangan milenial.
Menurutnya, pengurus partai di PPP banyak dari golongan pemuda. Sehingga akan mudah untuk menyasar milenial tersebut untuk mengambil bagian dalam kontestasi politik ini.
“Pengurus kami banyak milenial, sehingga pertemanan terus meluas dan potensi untuk menarik banyak caleg dan pemilih dari milenial juga akan besar,” tuturnya.
Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PKS Sulsel, M Amri Arsyid mengatakan, selain keterwakilan perempuan 30 persen, PKS juga fokus merekrut politisi muda atau milenial.
“Kita kasih tempat khusus dan kita perintahkan DPD untuk merekrut kalangan milenial minimal 15 persen dari proporsi bacaleg karena kita anggap era sekarang milenial berpengaruh,” tukasnya.
Sementara itu, Sekertaris DPW Perindo Sulsel, Hilal Syahrim mengatakan, partainya tidak ingin menjadikan milenial sebagai caleg pelengkap begitu saja, tapi pihaknya terbuka siapa saja ingin bergabung dan ingin menjadi kader sekaligus caleg di Partai Perindo.
“Kami di Partai Perindo terbuka. Caleg milenial peluangnya dan sangat berpotensi mendulang suara. Kita terbuka bagi siapa saja,” kata Hilal.
Menurutnya, partai politik pastinya menginginkan memperoleh suara sebanyak-banyak dan bisa mendudukan kadernya lebih dari satu orang di setiap Daerah Pemilihan (Dapil).
“Kita tetap terbuka dengan caleg muda. Tapi kami di partai tentu akan melihat dulu potensinya, apakah memiliki peluang untuk duduk atau bagaimana. Karena kami tidak ingin menjadi pelengkap saja,” jelasnya.
Terpisah, Direktur Profetik Institute, Asratillah mengatakan, peluang caleg muda yang di dorong partai politik cukup berpeluang duduk di parlemen.
“Dukungan suara pemilih milenial juga mendominasi jumlah daftar pemilih sehingga peluangnya cukup besar mendapat kursi, apabila mereka lebih intensif turun ke konstituen,” ujarnya.
Hanya saja, kata dia, bagi caleg muda harus lebih mengenal karakter pemilih untuk bisa didorong program yang menyentuh langsung ke masyarakat.
“Walaupun demikian bukan jaminan bahwa pemilih yang berumur milenial belum tentu secara otomatis memilih caleg milenial pula,” tuturnya.
“Tergantung sejauh mana para caleg milenial mampu mengidentifikasi dengan tepat kebutuhan spesifik segmen pemilih milenial. Tentu untuk mengidentifikasi aspirasi pemilih milenial membutuhkan riset terutama yang menggunakan pendekatan kualitatif agar hasilnya bisa lebih mendalam,” sambungnya.
Ditambahkan, setelah mengidentifikasi aspirasi pemilih milenial, maka para caleg milenial harus mampu membangun semacam similarity alias kedekatan dan kemiripan harapan politik dengan para milenial.
“Jika ini berhasil, barulah para pemilih milenial menganggap bahwa mereka memang perlu memberikan dukungan dan suara mereka ke caleg milenial,” tegasnya.
Direktur Eksekutif PT Indeks Politica Indonesia (PT IPI) Suwadi Idris Amir dalam analisisnya menyebutkan, besarnya pemilih dari kaum milenial bukan jaminan bagi caleg muda untuk terpilih.
Menurutnya, pemiilih kaum milenial mayoritas masih pragmatis dalam bersikap dalam menentukan pilihan politiknya. Artinya pemilih kaum milenial sama saja dengan pemilih lainnya dalam bersikap politik.
“Kaum milenial baru bisa memberi pengaruh dalam perhelatan politik jika mereka hadir membawa visi misi dan ideologi yang mengarah pada perbaikan perpolitikan dan kemajuan bangsa. Baik itu kaum milenial yang muncul selaku pemain (caleg) ataupun sebagai pemilih,” pungkasnya.
Pengamat Kepemiluan, Nurmal Idrus mengatakan, data tinggi pemilih milenial menunjukkan bahwa pemilih milenial cukup potensial untuk menentukan kemenangan.
Olehnya kata Nurmal, parpol harus aktif menjalin komunikasi serta membuat kegiatan yang bisa menarik perhatian kaum milenial.
“Parpol tentu harus melihat karakter pemilih milienial. Tim pemenangan di masing-masing parpol atau kandidat harus menemukan model program apa yang paling bisa menarik hati para milenial ini,” ujarnya.
Direktur Eksekutif PPI, Ras Md mengatakan, pemilih milenial yang persentasenya menembus 50 persen tentu menjadi pekerjaan (PR) bagi semua partai politik ataupun kandidat.
“Jika pola konvensional tetap dipertahankan dalam mempengaruhi pemilih atau kata lainnya partai politik bergaya pragmatis, sangat sulit akan diterima dikelompok milenial,” tuturnya.
Olehnya itu, lanjut dia, partai politik mesti memahami klaster dan ciri khas pemilih milenial agar partainya disenangi dan dipilih oleh kelompok milenial.
“Tapi satu hal yang mesti dipahami, merangkul pemilih milenial tak harus bergaya milenial. Ini yang banyak disalah artikan oleh para politisi,” jelasnya.
(Fahrullah-Suryadi Maswatu/ Rakyatsulsel)