HMI Makassar Nilai Pemerintah Blunder Jika Menaikkan BBM Bersupsidi

  • Bagikan

MAKASSAR, RAKYATSULBAR.COM – Pemerintah rencana akan menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis pertalite dan solar dalam waktu dekat ini.

 

Mendegar soal rencana kenaikan BBM, pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) mengunstruksikan kader di daerah untuk melakukan aksi penolakan.

 

Oleh sebab itu, HMI Cabang Makassar, melakukan aksi penolakan BBM di DPRD Sulsel dan fly over, Senin (29/8/2022). Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Makassar, Muhammad Arsy Jailolo menilai rencana pemerintah menaikkan harga BBM jenis Pertalite dan Solar belum perlu dilakukan.

 

“Pasalnya, menuru kami kondisi ekonomi masyarakat yang belum pulih bisa menyebabkan dampak yang jauh lebih serius ketika BBM dinaikkan,” ujarnya.

 

Dalam aksi HMI Cabang Makassar menikai pemerintah blunder jika menaikkan harga BBM bersupsidi atau menghapusnya dalam peredaran.

 

Menueutnya, bangsa Indonesia saat ini mengalami fase dimana pasca pandemi covid-19, saling membahu membangkitkan lagi perekonomian. Memulihkan kembali perekonomian bukan suatu hal yang mudah.

 

“Karena rakyat sendiri yang kembali melakukan suatu hal untuk memulihkan negara ini. Namun yang menjadi permasalahan adalah di tengah belum pulihnya ekonomi bangsa,” tuturnya.

 

Lanjut dia, bahan bakar minyak subsidi BBM akan segera dihapuskan, dengan cara menaikkan harga beberapa jenisnya. Selain daripada itu dapat dilihat dengan ikut naiknya bahan bakar ini.

 

“Maka akan membuat semua bahan pangan dan bahan2 kebutuhan hidup manusia akan ikut naik,” jelasnya.

 

Dampak yang terjadi akan mengakibatkan semakin meluasnya masalah kemiskinan dapat memicu konflik sosial dalam masyarakat, memperparah masalah pengangguran.

 

“Tentu, akan memicu kenaikan harga barang lainnya, biaya transportasi dan inflasi,” ungkapnya.

 

Selaku Ketum HMI Cabang Makassar, Muhammad Arsyi Jailolo mengatakan mengajak elemen masyarakat dan aktivis mahasiswa melakukan pendekatan teori negara kesejahteraan atau welfare state.

 

Namun, teori tersebut secara garis besar setidaknya mengandung 4 (empat) makna, antara lain. Pertama, Sebagai kondisi sejahtera (well-being), dimana kesejahteraan sosial (social welfare) sebagai kondisi terpenuhinya kebutuhan material dan non-material.

 

“Kondisi sejahtera terjadi manakala kehidupan manusia aman dan bahagia karena kebutuhan dasar akan gizi, kesehatan, pendidikan, tempat tinggal, dan pendapatan dapat dipenuhi serta manakala manusia memperoleh perlindungan dari resiko-resiko utama yang mengancam kehidupannya,” terangnya, dalam keterangan tertulisnya.

 

Poin kedua kata dia, sebagai pelayanan sosial, umumnya mencakup lima bentuk, yakni jaminan sosial (social security), pelayanan kesehatan, pendidikan, perumahan dan pelayanan sosial personal (personal social services).

 

Ketiga, sebagai tunjangan sosial, kesejahteraan sosial yang diberikan kepada orang miskin. Semua hal ini berkaitan dengan dampak naiknya harga BBM bersubsidi atau jika semuanya dihilangkan dalam peredaran.

 

“Bagi kami pemerintah belum dapat sempurna merasinaolisasikan alasan untuk menaikkan jenis pertalite ke harga Rp10.000 sehingga dampak yang sangat berbahaya bagi stabilitas kebutuhan rakyat Indonesia,” tururnya.

 

Dikatakan, seharusnya MPR-RI harus menekan Presiden dan jajarannya khususnya mentri terkait, untuk tetap tidak menaikkan harga BBM bersubsidi. Segalanya dapak berdampak pada kehidupan masyarakat dari daerah ke kota.

 

Dampaknya akan berdampak bada cost kebutuhan, mulai din sektor pendidikan, kesehatan, sosial, budaya dan industri. Pemerintah Kota/kabupaten dan provinsi wajib turun tangan menyeruakan di pemerintah pusat. Seluruh fraksi di DPR RI wajib membuka mata melihat fakta yang ada.

 

“Tidak dapat dipungkiri bahwa kenaikan harga BBM ini akan menyebabkan kenaikan inflasi. Kenaikan inflasi terjadi karena BBM adalah sektor vital dari sebuah produksi dan transportasi,” tegas Jailolo.

 

Bahkan, kata dia. Komponen yang paling terpengaruh dengan adanya kenaikan Bahan Bakar Minyak ini ialah masalah kenaikan harga bahan pangan yang diperlukan untuk segi distribusi dan produksinya.

 

Kenaikan sekitar 5-10% membuat harga makanan dan minuman dapat meningkat secara drastis yaitu sekitar 20-30%. Hal ini mempengaruhi daya beli masyarakat terutama rakyat kecil yang tidak mempunyai uang untuk membeli bahan pokok utama kehidupan ini.

 

“Apalagi kita baru bangkit dari krisis yang terjadi selama adanya covid-19 menjadi pandemi yang meneroa negara Indonesia, begitu banyak hal yang membatasi ruang kerja saat terjadinya pandemi tersebut,” terangnya.

 

(Yadi).

  • Bagikan