MAKASSAR, RAKYATSULBAR.COM – Silang pendapat “perang dingin” antar Pemprov Sulsel dan Pemkot terus bergulir. Apakah pembangunan jalur rel Kareta Api at Grade atau Elevated.
Sebagai akademisi, Prof. Ir. Sakti Adji Adisasmita, M.Si., M.Eng.Sc., Ph.D., IPU memiliki pandangan soal konsep proyek Rel At Grade atau Elevated, yang kini menjadi perdebatan.
Menurut Ketua Tim
Evaluasi dan Manfaat Peningkatan Jalur Kereta Api antara Jakarta Kota Tanjung Priok (Kementerian Perhubungan) tahun 2018 ini. Ia tidak masuk pada perdebatan antara Pemkot, balai dan Pemprov. Namun sebagai akademisi menyumbangkan pikiran untuk akselarasi trasportasi massal yang akan digunakan masyarakat umum di Sulsel.
“Saya tak campuri urusan perdebatan. Saya memberikan pandangan, sebagai konsep pembangunan angkutan massal seperti Kareta Api, Monorel, BRT, MRT, semua daerah/kota mempunyai karakter wilayah sendiri sesuai kondisi wilayah dan tata ruang nya,” ujar Ketua Program Studi (KPS) S3 Teknik Sipil, Fakultas Teknik Unhas itu, saat ditemui, Senin (8/8/2022).
Profesor yang pernah menjadi bagian dari dilanjutkannya kembali pembangunan Bandara Buntu Kunik di Toraja ini. Dia menyebutkan, dari sisi teori pembangunan infrastruktur wilayah dan konsep pengembangan wilayah, pembangunan jalur kereta di Sulsel dipastikan akan mendorong pertumbuhan kota baru di sepanjang koridor yang dilewati, salah satunya kota Makassar.
“Jadi perlu dikaji secara terintegrasi baik aspek teknis, tata ruang, lingkungan, operasional, sosial budaya, kelembagaan, ekonomi finansial, dan aspek lainnya, juga terkait pertumbuhan kota, supply (infrastruktur) & demand (permintaan penumpang dan barang),” jelas S1, Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin tahun 1989.
Oleh karena itu, ketua Tim
Studi Kelayakan Reaktivasi Lintas Mati (Kereta Api) di Provinsi Jawa Tengah dan DI Yogyakarta, Kementerian Perhubungan Republik Indonesia 2022 ini, dia menyarankan Pemerintah Pusat, Pemprov, Balai Kereta Api dan Pemkot Makassar perlu kembali duduk bersama merumuskan pembangunan infrastruktur transportasi dan pengembangan wilayah yang jelas termasuk juga pembangunan sosial masyarakat dan manfaatnya serta meminimalisasi dampak yang terjadi yang tidak merugikan masyarakat umum.
“Mau rel at Grade atau Elevated KA, mempunyai kelebihan karena mengangkut jumlah penumpang/barang dalam jumlah yang banyak,
Tentu, harus melewati jalur tidak sebidang atau persimpangan (silang pemotongan) sehingga tidak terjadi kemacetan, serta tidak mengganggu jalan umum,” terangnya.
Menurut Ketua Tim Studi Kebijakan Pengembangan Transportasi Perkeretaapian di Wilayah Perbatasan Negara (Kementerian Perhubungan) 2019 itu. Bahw trasnportasi KA dibutuhkan sebagai angkutan massal transportasi perkotaan apakah elevated atau at grade setelah mempertimbangkan banyak aspek seperti yg telah diungkapkan diatas, jelasnya, menambahkan.
Selain itu, kata Ketua Tim
Studi Kelayakan Jembatan Timbang di Provinsi Papua dan Papua Barat
(Kementerian Perhubungan)
2018 itu. Pembangunan rel KA harus memperhatikan kemungkinan terjadinya banjir/genangan, daerah resapan air dan berubahnya ruang perkotaan.
“Ini memerlukan penataan yang komprehensif dan terintegrasi, dengan duduk bersama seluruh stakeholders mencapai kesepakatan bersama demi pembangunan Provinsi Sulawesi Selatan dan Kota Metropolitan Makassar yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan,” pungkas Ketua Tim
Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) Kabupaten Asmat, Provinsi Papua (Dinas Perhubungan).
(Yadi)