MAMUJU, RAKYATSULBAR.COM – Dewan Pertukangan Nasional (DPN) Perkumpulan Tukang Bangunan Indonesia (Perkasa) Sulawesi Barat (Sulbar), temukan pelanggaran kerja proyek pembangunan di Mamuju.
Pelanggaran kerja tersebut ditemukan di proyek pembangunan Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Mamuju, Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) Mamuju dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) Binanga, Mamuju, Sulbar.
Dimana terlihat para pekerja pada proyek tersebut yang tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) saat bekerja.
Hal itu, Ketua PBW BPN Perkasa Sulbar, Muhammad Iswar Anwar mengungkapkan, pihaknya melakukan pemantauan untuk menyikapi ketenagakerjaan di proyek tersebut.
“Kami ingin tahu, berapa orang yang dipekerjakan di proyek ini,” kata Muhammad Iswar, saat diwawancarai wartawan, Selasa, (17/5)
Selain itu, kata dia, pihaknya ingin mengetahui, apakah para pekerja pada proyek tersebut menggunakan standar alat pelindung pekerja bangunan.
“Kami juga ingin mengetahui berapa anggaran yang digunakan dalam proyek tersebut,” katanya.
Muhammad Iswar juga mengungkapkan, akan tetap melakukan monitoring terhadap seluruh proyek di Sulbar untuk memastikan pelaksanaan proyek tidak menyalahi undang-undang.
“Kalau ada yang tidak mematuhi aturan, sanksinya otomatis dibawa ke ranah hukum ataupun kami melakukan somasi,” kata Muhammad Iswar.
Diketahui, proyek pembangunan MAN, MIN dan MTs di Mamuju, Sulbar, tersebut mempekerjakan sebanyak 178 orang pekerja luar dan 56 orang pekerja lokal.
Minimnya pemberdayaan tenaga kerja lokal pada proyek tersebut menjadi atensi DPRD Sulbar.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi IV DPRD Sulbar, Hatta Kainang, yang ikut dalam monitoring itu mengaku, mendapat fakta tentang tenaga kerja lokal yang masih minim jumlahnya yang dipekerjakan.
“Jangan sampai kemudian kegiatan ini ada di Sulbar, tetapi yang mendapatkan efek dari perputaran uang itu bukan masyarakat Sulbar,” katanya.
Lanjut Hatta Kainang menjelaskan, ada beberapa catatan yang disimpulkan dan akan dibawanya ke internal Komisi IV DPRD Sulbar untuk disikapi lebih lanjut terkait hasil monitoring tersebut.
“Yang saya lihat di sini, yang paling fatal yakni alat pelindung diri para pekerja, sertifikasi pekerja yang belum dijawab sempurna dan pemberdayaan tenaga kerja lokal,” kata Hatta Kainang.
Hasil monitoring tersebut, kata dia, akan menjadi konsentrasi pihaknya saat akan menanyakan persoalan tersebut ke pihak Disnaker.
“Kalau diperlukan, kami akan menyurati PPK dari program pembangunan sekolah ini tentang sejauh mana pelaksanaan aturan perundang-undangan,” katanya.
Hatta Kainang berharap, setiap penyedia proyek konstruksi dapat memahami undang-undang jasa konstruksi tentang kompetensi tukang yang dipekerjakan.
“Kami memberikan pemahaman dan mengingatkan mereka tentang pentingnya jaminan kesehatan terhadap pekerja, karena ini juga penting untuk menjaga keselamatan para pekerja,” kata Hatta Kainang. (Iyu)