MAJENE, RAKYATSULBAR.COM – Ketua Bawaslu Sulbar, Sulfan Sulo, menilai mediasi dalam penyelesaian sengketa kedepannya bisa dilakukan dengan mencampurkan pendekatan berbasis kearifan lokal dan perundang-undangan.
Dia mengungkapkan bentuk penyelesaian sengketa secara mediasi merupakan tahapan sebelum dilanjutkan dalam proses adjudikasi apabila tidak mencapai kesepakatan, dan dalam proses mediasi dapat dilakukan pendekatan berbasis kearifan lokal untuk memediasi para pihak.
“Ini ke depan akan menjadi mix (Percampuran, red) antara kearifan lokal dan perundang-undangan,” kata Sulfan pada kegiatan simulasi mediasi penyelesaian sengketa proses Pemilu yang dilaksanakan di Bawaslu Majene, Selasa (19/4)
Sulfan menegaskan Bawaslu Sulbar telah melakukan penyelesaian sengketa berbasis kearifan lokal dalam gelaran pemilu sebelumnya.
Dia pun memaparkan acap kali Bawaslu Sulbar menggunakan bahasa daerah dalam proses mediasi. Menurutnya, hal ini diperkenankan, tidak melanggar peraturan perundang-undangan.
Meski demikian, dia menegaskan, pemakaian bahasa daerah hanya boleh digunakan dalam sebagian proses mediasi saja, tidak boleh dalam keseluruhan proses.
Terlebih, kata Sulfan, dalam putusan penyelesaian sengketa proses tidak boleh memakai bahasa daerah, harus memakai Bahasa Indonesia.
“Ada beberapa contoh pada Pemilu 2019 lalu, Bawaslu Sulbar dalam memediasi terkadang memakai bahasa daerah, sesekali boleh itu sebagai bentuk kearifan lokal, tetapi tidak boleh secara keseluruhan,” papar Sulfan.
Dia juga mengharapkan mediasi di masa depan bisa diprioritaskan sebelum melakukan adjudikasi sehingga mediasi akan menjadi faktor penting dalam penyelesaian sengketa proses.
“Hal ini meurut saya yang akan menjadi hal tersendiri dengan kearifan lokal dalam mediasi,” imbuh Sulfan. (Hms/Sdr)